Aplikasi Donorku telah
mengingatkanku sejak minggu lalu bahwa sudah waktunya untuk kembali mendonorkan
darah. Namun karena padatnya kegiatan dan jadwal yang tidak memungkinkan, niat
untuk donor harus tertunda selama satu minggu. Meski begitu, semangat untuk
berbagi tetap terjaga. Donor darah sudah menjadi bagian dari kebiasaan dan
komitmenku setiap dua bulan sekali, aku selalu menyisihkan waktu untuk kegiatan
ini.
Akhir pekan ini, aku mengikuti
kegiatan Hash bersama komunitas di Vila Ko Fintoni, Campang Raya. Rute
kali ini cukup menantang namun menyenangkan. Kami menyusuri jalanan basah dan
licin akibat hujan yang mengguyur sehari sebelumnya. Tanah liat melekat di
sepatu, membuat langkah terasa berat. Perjalanan membawa kami melewati
pesawahan yang hijau, perkampungan yang hangat, hingga tanjakan yang
terus-menerus menguras tenaga. Bahkan ketika kami sampai di satu bukit, masih
ada bukit berikutnya yang harus kami daki. Namun begitulah kegiatan hashing
lelah yang dibayar lunas dengan rasa puas dan kebersamaan yang sulit dijelaskan
dengan kata.
Setelah kembali ke run site dan menyegarkan diri, kami diingatkan kembali oleh teman-teman bahwa hari ini ada kegiatan donor darah di Suaka Insan. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Komunitas Insan Bahagia bekerja sama dengan PMI Pembina Provinsi Lampung. Seusai menyantap sepiring pecel lontong yang menggugah selera dan cukup memulihkan energi, kami pun sepakat melanjutkan perjalanan menuju lokasi di Jalan Ikan Tongkol No. 66, Pesawahan, Teluk Betung.
Tiba di Suaka Insan, kami
disambut oleh kerumunan pendonor yang telah memenuhi area. Ternyata, antusiasme
masyarakat sangat tinggi, jumlah pendonor yang sudah terdaftar telah mencapai
250 orang. Beberapa dari mereka adalah teman-teman komunitas hasher juga. Kami
sempat khawatir tidak kebagian giliran. Namun, beberapa panitia yang juga
adalah teman kami menyarankan untuk menunggu. Biasanya ada calon pendonor yang
tidak lolos proses screening karena berbagai alasan medis.
Benar saja, tak lama kemudian kami dipanggil untuk masuk antrean. Kami mendapatkan nomor, meski berada di urutan akhir, dan tetap semangat untuk menunggu giliran.
Proses screening merupakan tahap
penting dan wajib sebelum seseorang diperbolehkan mendonorkan darah. Ini bukan
hanya syarat administratif, tetapi langkah vital untuk memastikan keamanan baik
bagi penerima maupun pendonor.
Syarat utama untuk menjadi pendonor darah, antara lain:
- Berusia antara 17 hingga 60 tahun (untuk donor pertama, maksimal 60 tahun; jika sudah rutin, bisa sampai 65 tahun).
- Berat badan minimal 45–50 kg, tergantung kebijakan masing-masing unit donor.
- Tekanan darah dalam batas normal, yakni sekitar 100/60 mmHg hingga 160/100 mmHg.
- Denyut nadi dan suhu tubuh normal (tidak sedang demam atau mengalami gangguan jantung).
- Kadar hemoglobin memadai, yakni minimal 12,5 g/dL untuk wanita dan 13,0 g/dL untuk pria.
- Tidak sedang sakit, hamil, atau menyusui, serta tidak sedang menstruasi berat.
- Tidak memiliki riwayat penyakit serius seperti HIV/AIDS, hepatitis B atau C, kanker, diabetes yang tidak terkontrol, atau gangguan jantung.
- Tidak baru saja menjalani operasi besar, transfusi darah, tato, tindik, atau endoskopi dalam 6 bulan terakhir.
- Tidak sedang mengonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat memengaruhi kelayakan donor.
- Tidak memiliki gaya hidup berisiko tinggi (misalnya sering berganti pasangan seksual atau penggunaan narkoba suntik).
Setelah melewati pendaftaran dan
pemeriksaan awal, aku dinyatakan layak untuk mendonorkan darah. Ini menjadi
donor ke-15 bagiku dan meskipun sudah belasan kali, rasanya tetap sama seperti
pertama: campuran antara deg-degan, semangat, dan sedikit takut.
Satu hal yang belum bisa aku
hilangkan: ketakutan terhadap jarum suntik. Sejak kecil, aku punya ketakutan
berlebih pada jarum. Bahkan pernah ketika sakit dan dokter datang ke rumah, aku
lebih memilih kabur lewat jendela daripada disuntik. Saat remaja, pengalaman
operasi membuatku harus menghadapi suntikan setiap hari dan itu cukup menguras
mental. Membayangkan jarum saja bisa membuat tangan berkeringat meskipun
ruangan ber-AC.
Tapi hari ini, seperti biasa, aku berusaha menenangkan diri. Saat duduk di kursi donor, dan lengan kiriku dibersihkan, keringat dingin mulai muncul. Petugas yang ramah mengingatkanku, “Jangan tegang, Mas, rileks saja. Nanti susah cari pembuluh darahnya.” Aku hanya mengangguk, mencoba fokus ke napas, dan tidak menatap saat jarum mulai ditusukkan ke lengan.
Saat darah mulai mengalir ke kantong, perlahan rasa takut pun mereda. Beberapa teman yang menjadi panitia datang dan bercanda. Mereka tahu aku takut jarum, dan mereka memanfaatkannya sebagai bahan godaan, tapi itu membuat suasana cair dan menyenangkan.
Sekitar 25 menit kemudian,
darahku terkumpul dalam kantong. Jarum dilepas, dan aku diberikan kapas serta
plester seperti biasa. Ada rasa lega dan bangga yang luar biasa. Aku berhasil
melewati rasa takut lagi, dan yang lebih penting, aku telah memberikan sesuatu
yang mungkin bisa menyelamatkan nyawa orang lain.
Setiap tetes darah yang kita
berikan adalah bentuk cinta, kepedulian, dan harapan. Aku tidak tahu siapa yang
akan menerima darahku, mungkin seseorang yang sedang berjuang melawan penyakit,
ibu yang sedang melahirkan, atau anak kecil yang mengalami kecelakaan. Tapi
satu hal yang aku tahu: darah ini membawa kehidupan.
Donor darah bukan hanya tentang kesehatan fisik, tapi juga kesehatan jiwa. Ini adalah bentuk syukurku karena masih diberi tubuh yang kuat, dan kesempatan untuk berbagi. Semoga aku bisa terus sehat, agar bisa terus menjadi bagian dari rantai kebaikan ini.
Karena terkadang, memberi tidak harus dalam bentuk materi, cukup dengan setetes darah, kita bisa memberi harapan hidup bagi seseorang yang bahkan mungkin tidak akan pernah kita kenal.