Sunday, July 06, 2025

HASH DAN DARAH : DUA NAFAS SATU SEMANGAT

Aplikasi Donorku telah mengingatkanku sejak minggu lalu bahwa sudah waktunya untuk kembali mendonorkan darah. Namun karena padatnya kegiatan dan jadwal yang tidak memungkinkan, niat untuk donor harus tertunda selama satu minggu. Meski begitu, semangat untuk berbagi tetap terjaga. Donor darah sudah menjadi bagian dari kebiasaan dan komitmenku setiap dua bulan sekali, aku selalu menyisihkan waktu untuk kegiatan ini.

Akhir pekan ini, aku mengikuti kegiatan Hash bersama komunitas di Vila Ko Fintoni, Campang Raya. Rute kali ini cukup menantang namun menyenangkan. Kami menyusuri jalanan basah dan licin akibat hujan yang mengguyur sehari sebelumnya. Tanah liat melekat di sepatu, membuat langkah terasa berat. Perjalanan membawa kami melewati pesawahan yang hijau, perkampungan yang hangat, hingga tanjakan yang terus-menerus menguras tenaga. Bahkan ketika kami sampai di satu bukit, masih ada bukit berikutnya yang harus kami daki. Namun begitulah kegiatan hashing lelah yang dibayar lunas dengan rasa puas dan kebersamaan yang sulit dijelaskan dengan kata.

Setelah kembali ke run site dan menyegarkan diri, kami diingatkan kembali oleh teman-teman bahwa hari ini ada kegiatan donor darah di Suaka Insan. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Komunitas Insan Bahagia bekerja sama dengan PMI Pembina Provinsi Lampung. Seusai menyantap sepiring pecel lontong yang menggugah selera dan cukup memulihkan energi, kami pun sepakat melanjutkan perjalanan menuju lokasi di Jalan Ikan Tongkol No. 66, Pesawahan, Teluk Betung.

Tiba di Suaka Insan, kami disambut oleh kerumunan pendonor yang telah memenuhi area. Ternyata, antusiasme masyarakat sangat tinggi, jumlah pendonor yang sudah terdaftar telah mencapai 250 orang. Beberapa dari mereka adalah teman-teman komunitas hasher juga. Kami sempat khawatir tidak kebagian giliran. Namun, beberapa panitia yang juga adalah teman kami menyarankan untuk menunggu. Biasanya ada calon pendonor yang tidak lolos proses screening karena berbagai alasan medis.

Benar saja, tak lama kemudian kami dipanggil untuk masuk antrean. Kami mendapatkan nomor, meski berada di urutan akhir, dan tetap semangat untuk menunggu giliran.

Proses screening merupakan tahap penting dan wajib sebelum seseorang diperbolehkan mendonorkan darah. Ini bukan hanya syarat administratif, tetapi langkah vital untuk memastikan keamanan baik bagi penerima maupun pendonor.

Syarat utama untuk menjadi pendonor darah, antara lain:

  • Berusia antara 17 hingga 60 tahun (untuk donor pertama, maksimal 60 tahun; jika sudah rutin, bisa sampai 65 tahun).
  • Berat badan minimal 45–50 kg, tergantung kebijakan masing-masing unit donor.
  • Tekanan darah dalam batas normal, yakni sekitar 100/60 mmHg hingga 160/100 mmHg.
  • Denyut nadi dan suhu tubuh normal (tidak sedang demam atau mengalami gangguan jantung).
  • Kadar hemoglobin memadai, yakni minimal 12,5 g/dL untuk wanita dan 13,0 g/dL untuk pria.
  • Tidak sedang sakit, hamil, atau menyusui, serta tidak sedang menstruasi berat.
  • Tidak memiliki riwayat penyakit serius seperti HIV/AIDS, hepatitis B atau C, kanker, diabetes yang tidak terkontrol, atau gangguan jantung.
  • Tidak baru saja menjalani operasi besar, transfusi darah, tato, tindik, atau endoskopi dalam 6 bulan terakhir.
  • Tidak sedang mengonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat memengaruhi kelayakan donor.
  • Tidak memiliki gaya hidup berisiko tinggi (misalnya sering berganti pasangan seksual atau penggunaan narkoba suntik).

Setelah melewati pendaftaran dan pemeriksaan awal, aku dinyatakan layak untuk mendonorkan darah. Ini menjadi donor ke-15 bagiku dan meskipun sudah belasan kali, rasanya tetap sama seperti pertama: campuran antara deg-degan, semangat, dan sedikit takut.

Satu hal yang belum bisa aku hilangkan: ketakutan terhadap jarum suntik. Sejak kecil, aku punya ketakutan berlebih pada jarum. Bahkan pernah ketika sakit dan dokter datang ke rumah, aku lebih memilih kabur lewat jendela daripada disuntik. Saat remaja, pengalaman operasi membuatku harus menghadapi suntikan setiap hari dan itu cukup menguras mental. Membayangkan jarum saja bisa membuat tangan berkeringat meskipun ruangan ber-AC.

Tapi hari ini, seperti biasa, aku berusaha menenangkan diri. Saat duduk di kursi donor, dan lengan kiriku dibersihkan, keringat dingin mulai muncul. Petugas yang ramah mengingatkanku, “Jangan tegang, Mas, rileks saja. Nanti susah cari pembuluh darahnya.” Aku hanya mengangguk, mencoba fokus ke napas, dan tidak menatap saat jarum mulai ditusukkan ke lengan.

Saat darah mulai mengalir ke kantong, perlahan rasa takut pun mereda. Beberapa teman yang menjadi panitia datang dan bercanda. Mereka tahu aku takut jarum, dan mereka memanfaatkannya sebagai bahan godaan, tapi itu membuat suasana cair dan menyenangkan.

Sekitar 25 menit kemudian, darahku terkumpul dalam kantong. Jarum dilepas, dan aku diberikan kapas serta plester seperti biasa. Ada rasa lega dan bangga yang luar biasa. Aku berhasil melewati rasa takut lagi, dan yang lebih penting, aku telah memberikan sesuatu yang mungkin bisa menyelamatkan nyawa orang lain.

Setiap tetes darah yang kita berikan adalah bentuk cinta, kepedulian, dan harapan. Aku tidak tahu siapa yang akan menerima darahku, mungkin seseorang yang sedang berjuang melawan penyakit, ibu yang sedang melahirkan, atau anak kecil yang mengalami kecelakaan. Tapi satu hal yang aku tahu: darah ini membawa kehidupan.

Donor darah bukan hanya tentang kesehatan fisik, tapi juga kesehatan jiwa. Ini adalah bentuk syukurku karena masih diberi tubuh yang kuat, dan kesempatan untuk berbagi. Semoga aku bisa terus sehat, agar bisa terus menjadi bagian dari rantai kebaikan ini.

Karena terkadang, memberi tidak harus dalam bentuk materi, cukup dengan setetes darah, kita bisa memberi harapan hidup bagi seseorang yang bahkan mungkin tidak akan pernah kita kenal.















 


RUN 1115, IN THE YEAR OF WOOD, PLANT HOPE, PROTECT LIFE


Minggu, 6 Juli 2025
Jam : 07.00 Wib
Dress code : Bebas
Run Site : Vila Ko Fintoni

Menapaki Alam, Menyemai Harapan : Petualangan Hash Campang Raya di Tahun Kayu


Pagi itu, suasana Bandarlampung terasa berbeda. Sejak sore sebelumnya hingga menjelang fajar, kota ini diguyur hujan terus-menerus. Hawa panas yang biasanya menyelimuti kota seakan menghilang, digantikan udara sejuk yang menyusup ke setiap sudut rumah. Langit masih mendung, dan hawa pagi membuat godaan untuk tetap bergelung di balik selimut terasa begitu kuat.

Namun, seperti ada panggilan dari alam. Tubuh mungkin masih berat untuk bangun, mata masih ingin terpejam sambil menatap langit kelabu dari jendela, tapi semangat untuk ber-hash bersama komunitas Lampung Hash House Harriers (LHHH) pelan-pelan mulai mengalahkan rasa malas. Dalam hati muncul bayangan jalur yang licin, tanah becek, dan sungai kecil yang mungkin meluap. Tapi justru di sanalah tantangannya, dan di situlah kenikmatannya.

Saat melangkah keluar rumah, langit tampak diselimuti mendung tipis yang merata, tapi tidak pekat. Di sepanjang Jalan Soekarno-Hatta, permukaan jalan basah, bahkan masih menyisakan genangan di beberapa tempat. Ini menandakan hujan cukup deras mengguyur kota. Namun setibanya di Campang Raya, lokasi hash pagi itu, justru berbeda, jalan tampak kering, dan tidak ada bekas hujan semalam. Ada harapan bahwa rute hash akan lebih bersahabat.

Hari itu, jumlah hasher yang hadir memang tidak banyak. Beberapa mungkin lebih memilih kegiatan lain seperti donor darah yang diadakan komunitas berbeda. Sebagian lain mungkin enggan datang karena mengira semua lokasi hash pasti diguyur hujan. Namun bagi yang tetap hadir, kami tahu, hujan atau tidak, hash selalu memberikan pengalaman unik yang tak tergantikan.

Seperti biasa, kegiatan diawali dengan sesi foto bersama untuk dokumentasi. Cuaca masih mendung tipis, tapi langit mulai menunjukkan warna birunya di beberapa sudut. Harapan pun tumbuh, semoga pagi ini tetap kering hingga kegiatan selesai. Jalur dibagi dua: sebagian hasher memilih jalur bebas (suka-suka), mengeksplorasi dengan gaya masing-masing, sementara lainnya memilih mengikuti rute resmi yang sudah dirancang oleh tim hare dua hari sebelumnya.

Perjalanan dimulai. Kami melangkah melewati jalan berbatu yang masih menyisakan sisa hujan, kadang becek, kadang licin. Tak lama, kami sampai di sebuah aliran sungai kecil yang harus diseberangi. Batu-batunya basah, cukup licin, dan kami harus hati-hati melangkah atau melompat menuju pematang sawah. Ada rasa waspada, tapi juga antusiasme yang membuncah.

Rute membawa kami masuk ke perkampungan, berjalan di jalan aspal yang kemudian berganti menjadi jembatan bambu kecil. Jembatan ini tampak agak rapuh, beberapa batang bambu mulai menua. Tapi saling bantu antar sesama hasher membuatnya bisa dilewati dengan aman. Kami kemudian menyusuri kebun yang baru digarap petani, tanahnya sedang diolah untuk ditanami palawija seperti rampai, cabai, tomat, dan terong. Jejak sepatu kami meninggalkan tapak di tanah basah itu, seolah ikut menandai awal pertumbuhan baru.

Tak lama, rute mulai menanjak. Tanah merah yang basah menjadi licin, dan beberapa hasher sempat terpeleset. Di sisi kiri dan kanan tumbuh bambu serta pohon jati, membentuk lorong hijau alami yang sejuk dan teduh. Di tanjakan yang cukup curam ini, napas mulai terasa berat. Kami beberapa kali berhenti sejenak, mengatur napas sambil menikmati keheningan alam yang hanya diselingi suara burung dan gesekan daun.

Tiba di pondok kebun, biasanya ada seorang bapak penjaga yang menyambut kami dan sering berbagi pepaya segar. Tapi pagi itu beliau tidak terlihat. Namun pondok itu tetap menjadi tempat peristirahatan yang nyaman. Ada kursi panjang dari bambu, tempat kami duduk melepas lelah sambil bercengkerama ringan. Dari sini, pemandangan terbuka: bukit-bukit kecil, ladang, dan langit mendung yang perlahan menipis.

Usai istirahat, kami melanjutkan perjalanan melalui jalur setapak yang landai. Ada alternatif menuju puncak bukit, dari sana kita bisa melihat panorama Kota Bandarlampung dari kejauhan. Tapi sebagian dari kami memilih jalur mendatar. Sampai di pertigaan, jalur kembali terbagi: kanan adalah jalan pintas, kiri adalah jalur resmi. Aku memilih tetap mengikuti jalur kiri yang sudah ditandai kertas.

Karena tertinggal, aku mulai berlari kecil untuk mengejar rombongan. Teriakan khas hash, “On...On!” terdengar dari kejauhan, setelah saya teriakan “On….On!”,  suara yang memberi arah dan semangat. Jalanan makin menanjak, kanan kiri ditumbuhi semak belukar. Beberapa bagian cukup menutup jalur, menunjukkan bahwa tidak banyak yang lewat sini. Kami sampai di puncak bukit (bukan puncak tertinggi), sebuah pondok kosong yang dulunya dihuni warga. Biasanya di sini kami bisa menikmati kelapa muda yang langsung dipetik, tapi kali ini hanya ada bekas pondok dan hamparan rumput liar.

Salah satu hasher sempat muntah, mungkin karena masuk angin atau perut kosong. Tapi setelah diberi minyak angin dan istirahat sebentar, ia kembali pulih. Kami duduk sejenak, menikmati semilir angin dan hamparan alam hijau. Dari atas sini, tampak jelas betapa indah dan luasnya kawasan yang baru saja kami lewati.

Jalur berikutnya menurun, menyusuri hutan kecil, dengan tanah basah, ranting berserakan, dan batang pohon tumbang. Perlu ekstra hati-hati karena jalanan licin, dan daun kering bisa membuat tergelincir. Bagi yang belum terbiasa atau sudah lama tak beraktivitas luar ruang, kaki bisa gemetar karena tekanan medan turun.

Di pertigaan terakhir, beberapa dari kami memutuskan menemani satu hasher yang kelelahan untuk melewati jalan pintas. Tapi jalur ini tidak kalah menantang: licin, berair, dan dikelilingi semak serta rumpun bambu yang lebat. Jalan pintas bukan berarti lebih mudah, tapi justru mengajarkan bahwa dalam alam, semua jalur butuh kehati-hatian dan kesadaran.

Petualangan hari itu terasa makin bermakna jika kita hubungkan dengan semangat Tahun Kayu, yang dalam kalender Tionghoa melambangkan pertumbuhan, pembaruan, dan keseimbangan alam. Kayu adalah simbol kehidupan, yang akarnya mencengkeram bumi dan dahannya merentang ke langit, seperti harapan manusia akan masa depan yang hijau dan berkelanjutan.

🌱 Tanam Harapan
Saat LHHH menapaki jalur-jalur alam, dari pohon karet, ladang, hingga hutan bambu kami juga menanam harapan. Harapan bahwa anak cucu kita masih bisa menghirup udara bersih, menjejak di tanah yang subur, dan menikmati keindahan yang hari ini masih bisa kami saksikan. Setiap kegiatan hash bukan hanya olahraga, tetapi juga bentuk nyata kepedulian akan lingkungan. Kami menjaga jalur tetap bersih, menolak vandalisme, dan mempromosikan nilai keberlanjutan.

🛡️Lindungi Kehidupan
Melindungi kehidupan tidak harus melalui aksi besar. Menjaga agar jalur tetap alami, tidak membuang sampah sembarangan, menghormati flora dan fauna sekitar, hingga saling bantu di medan yang berat, semua adalah bentuk perlindungan terhadap kehidupan. Kegiatan hash juga membangun solidaritas, menjalin kebersamaan, dan memperkuat hubungan antarmanusia dengan alam.

Lampung Hash House Harriers adalah contoh komunitas yang tak hanya mengejar kesenangan, tetapi juga ikut menjaga bumi. Di Tahun Kayu ini, mari kita terus menanam harapan di setiap langkah, dan menjadikan bumi ini tempat yang 
layak 
ditinggali, bagi kita, dan semua makhluk hidup di dalamnya.