Minggu, 6 Juli 2025
Jam : 07.00 Wib
Dress code : Bebas
Run Site : Vila Ko Fintoni
Menapaki Alam, Menyemai Harapan : Petualangan Hash Campang Raya di Tahun Kayu
Pagi itu, suasana Bandarlampung
terasa berbeda. Sejak sore sebelumnya hingga menjelang fajar, kota ini diguyur
hujan terus-menerus. Hawa panas yang biasanya menyelimuti kota seakan
menghilang, digantikan udara sejuk yang menyusup ke setiap sudut rumah. Langit
masih mendung, dan hawa pagi membuat godaan untuk tetap bergelung di balik
selimut terasa begitu kuat.
Namun, seperti ada panggilan dari
alam. Tubuh mungkin masih berat untuk bangun, mata masih ingin terpejam sambil
menatap langit kelabu dari jendela, tapi semangat untuk ber-hash bersama
komunitas Lampung Hash House Harriers (LHHH) pelan-pelan mulai mengalahkan rasa
malas. Dalam hati muncul bayangan jalur yang licin, tanah becek, dan sungai
kecil yang mungkin meluap. Tapi justru di sanalah tantangannya, dan di situlah
kenikmatannya.
Saat melangkah keluar rumah,
langit tampak diselimuti mendung tipis yang merata, tapi tidak pekat. Di
sepanjang Jalan Soekarno-Hatta, permukaan jalan basah, bahkan masih menyisakan
genangan di beberapa tempat. Ini menandakan hujan cukup deras mengguyur kota.
Namun setibanya di Campang Raya, lokasi hash pagi itu, justru berbeda, jalan
tampak kering, dan tidak ada bekas hujan semalam. Ada harapan bahwa rute hash
akan lebih bersahabat.
Hari itu, jumlah hasher yang hadir memang tidak banyak. Beberapa mungkin lebih memilih kegiatan lain seperti donor darah yang diadakan komunitas berbeda. Sebagian lain mungkin enggan datang karena mengira semua lokasi hash pasti diguyur hujan. Namun bagi yang tetap hadir, kami tahu, hujan atau tidak, hash selalu memberikan pengalaman unik yang tak tergantikan.
Seperti biasa, kegiatan diawali
dengan sesi foto bersama untuk dokumentasi. Cuaca masih mendung tipis, tapi
langit mulai menunjukkan warna birunya di beberapa sudut. Harapan pun tumbuh,
semoga pagi ini tetap kering hingga kegiatan selesai. Jalur dibagi dua:
sebagian hasher memilih jalur bebas (suka-suka), mengeksplorasi dengan
gaya masing-masing, sementara lainnya memilih mengikuti rute resmi yang sudah
dirancang oleh tim hare dua hari sebelumnya.
Perjalanan dimulai. Kami
melangkah melewati jalan berbatu yang masih menyisakan sisa hujan, kadang
becek, kadang licin. Tak lama, kami sampai di sebuah aliran sungai kecil yang
harus diseberangi. Batu-batunya basah, cukup licin, dan kami harus hati-hati melangkah
atau melompat menuju pematang sawah. Ada rasa waspada, tapi juga antusiasme
yang membuncah.
Rute membawa kami masuk ke
perkampungan, berjalan di jalan aspal yang kemudian berganti menjadi jembatan
bambu kecil. Jembatan ini tampak agak rapuh, beberapa batang bambu mulai menua.
Tapi saling bantu antar sesama hasher membuatnya bisa dilewati dengan
aman. Kami kemudian menyusuri kebun yang baru digarap petani, tanahnya sedang
diolah untuk ditanami palawija seperti rampai, cabai, tomat, dan terong. Jejak
sepatu kami meninggalkan tapak di tanah basah itu, seolah ikut menandai awal
pertumbuhan baru.
Tak lama, rute mulai menanjak.
Tanah merah yang basah menjadi licin, dan beberapa hasher sempat
terpeleset. Di sisi kiri dan kanan tumbuh bambu serta pohon jati, membentuk
lorong hijau alami yang sejuk dan teduh. Di tanjakan yang cukup curam ini,
napas mulai terasa berat. Kami beberapa kali berhenti sejenak, mengatur napas
sambil menikmati keheningan alam yang hanya diselingi suara burung dan gesekan
daun.
Tiba di pondok kebun, biasanya
ada seorang bapak penjaga yang menyambut kami dan sering berbagi pepaya segar.
Tapi pagi itu beliau tidak terlihat. Namun pondok itu tetap menjadi tempat
peristirahatan yang nyaman. Ada kursi panjang dari bambu, tempat kami duduk
melepas lelah sambil bercengkerama ringan. Dari sini, pemandangan terbuka:
bukit-bukit kecil, ladang, dan langit mendung yang perlahan menipis.
Usai istirahat, kami melanjutkan perjalanan melalui jalur setapak yang landai. Ada alternatif menuju puncak bukit, dari sana kita bisa melihat panorama Kota Bandarlampung dari kejauhan. Tapi sebagian dari kami memilih jalur mendatar. Sampai di pertigaan, jalur kembali terbagi: kanan adalah jalan pintas, kiri adalah jalur resmi. Aku memilih tetap mengikuti jalur kiri yang sudah ditandai kertas.
Karena tertinggal, aku mulai
berlari kecil untuk mengejar rombongan. Teriakan khas hash, “On...On!”
terdengar dari kejauhan, setelah saya teriakan “On….On!”, suara yang memberi arah dan semangat. Jalanan
makin menanjak, kanan kiri ditumbuhi semak belukar. Beberapa bagian cukup
menutup jalur, menunjukkan bahwa tidak banyak yang lewat sini. Kami sampai di
puncak bukit (bukan puncak tertinggi), sebuah pondok kosong yang dulunya dihuni
warga. Biasanya di sini kami bisa menikmati kelapa muda yang langsung dipetik,
tapi kali ini hanya ada bekas pondok dan hamparan rumput liar.
Salah satu hasher sempat
muntah, mungkin karena masuk angin atau perut kosong. Tapi setelah diberi
minyak angin dan istirahat sebentar, ia kembali pulih. Kami duduk sejenak,
menikmati semilir angin dan hamparan alam hijau. Dari atas sini, tampak jelas
betapa indah dan luasnya kawasan yang baru saja kami lewati.
Jalur berikutnya menurun, menyusuri hutan kecil, dengan tanah basah, ranting berserakan, dan batang pohon tumbang. Perlu ekstra hati-hati karena jalanan licin, dan daun kering bisa membuat tergelincir. Bagi yang belum terbiasa atau sudah lama tak beraktivitas luar ruang, kaki bisa gemetar karena tekanan medan turun.
Di pertigaan terakhir, beberapa
dari kami memutuskan menemani satu hasher yang kelelahan untuk melewati
jalan pintas. Tapi jalur ini tidak kalah menantang: licin, berair, dan
dikelilingi semak serta rumpun bambu yang lebat. Jalan pintas bukan berarti
lebih mudah, tapi justru mengajarkan bahwa dalam alam, semua jalur butuh
kehati-hatian dan kesadaran.
Petualangan hari itu terasa makin
bermakna jika kita hubungkan dengan semangat Tahun Kayu, yang dalam kalender
Tionghoa melambangkan pertumbuhan, pembaruan, dan keseimbangan alam. Kayu
adalah simbol kehidupan, yang akarnya mencengkeram bumi dan dahannya merentang
ke langit, seperti harapan manusia akan masa depan yang hijau dan
berkelanjutan.
🌱 Tanam Harapan
Saat LHHH menapaki jalur-jalur alam, dari pohon karet, ladang, hingga hutan
bambu kami juga menanam harapan. Harapan bahwa anak cucu kita masih bisa
menghirup udara bersih, menjejak di tanah yang subur, dan menikmati keindahan
yang hari ini masih bisa kami saksikan. Setiap kegiatan hash bukan hanya
olahraga, tetapi juga bentuk nyata kepedulian akan lingkungan. Kami menjaga
jalur tetap bersih, menolak vandalisme, dan mempromosikan nilai keberlanjutan.
🛡️Lindungi Kehidupan
Melindungi kehidupan tidak harus melalui aksi besar. Menjaga agar jalur tetap
alami, tidak membuang sampah sembarangan, menghormati flora dan fauna sekitar,
hingga saling bantu di medan yang berat, semua adalah bentuk perlindungan
terhadap kehidupan. Kegiatan hash juga membangun solidaritas, menjalin
kebersamaan, dan memperkuat hubungan antarmanusia dengan alam.
Lampung Hash House Harriers
adalah contoh komunitas yang tak hanya mengejar kesenangan, tetapi juga ikut
menjaga bumi. Di Tahun Kayu ini, mari kita terus menanam harapan di setiap
langkah, dan menjadikan bumi ini tempat yang
layak
ditinggali, bagi kita, dan
semua makhluk hidup di dalamnya.
No comments:
Post a Comment