Sunday, April 13, 2014
PEMILU 2014
Pemilu Legislatif sudah selesai, tinggal menunggu hasil secara real count, walau secara quick count sudah ada pemenangnya yaitu 1. PDIP, 2. Golkar, 3. Gerinda.
Dibalik suksesnya pemilu 2014, banyak kejadian menarik, lucu, menyebalkan, menyedikan dll. Hakekatnya menjadi anggota dewan yang disebut wakil rakyat adalah sebuah tugas pelayanan kepada kontituen yang diwakilinya, tapi justru sebaliknya aspirasi rakyat tidak didengarkan, malah asyik memikirkan kepentingan golongan bahkan kepentingan pribadi.
Bisa dimengerti, bagaimana proses pemilihan anggota dewan yang "terhormat" dari pencalonan sampai pemilihan diwarnai dengan ketidakadilan, kecurangan, politik uang, dan hal-hal yang tidak masuk akal (minta bantuan "orang pintar"), sehingga hasilnya pun adalah anggota dewan yang tidak kompeten. Menjadi anggota dewan dianggap sebagai cara untuk mendapatkan kekuasaan yang akhirnya mendapatkan kekayaan.
Tapi benarkah demikian? Bagaimana usaha caleg untuk mendapatkan kedudukannya harus memberikan barang atau uang untuk menjaring suara dari rakyat (istilah kerennya, money politic). Bukannya artinya suara Tuhan bisa dibeli?.
Banyak modus kecurangan yang dilakukan caleg untuk menggapai ambisinya, salah satunya dengan dana, siapa yang memiliki dana besar dapat memobilisasi masa, dialah pemenangnya. Menjadi sebuah pertanyaan, ketika seseorang ingin menjadi anggota dewan yang nantinya mewakili kontituennya harus membayar orang untuk memilihnya. Bukannya ini menjadi jelas, caleg ini ingin menyampaikan aspirasi kontituennya bila terpilih, atau mencari pekerjaan dan kekuasaan? Karena bagaimanapun juga bila terpilih nanti maka mula-mula mengembalikan modal adalah tujuan pertama.
Bagaimana bila ternyata caleg tidak mendapatkan kursi yang diharapkannya? Sudah banyak contoh dan kenyataan, caleg harus mengambil kembali uang atau barang yang telah diberikan pada orang itu karena dianggap tidak mencoblos pada saat pemilu. Dan lebih tragis, banyak caleg yang harus kehilangan ingatan karena uang harta bendanya habis tetapi kursi dewan tidak bisa diraihnya.
Tuesday, April 08, 2014
TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) WAN ABDUL RACHMAN LAMPUNG
BELI AIR ATAU SAMPAH
Tujuan ke Tahura (Taman Hutan Rakyat) Wan Abdul Rahman melewati desa Kemiling, sambil menikmati pedesaan. Ada beberapa rumah dengan taman yang luas, sepertinya milik pengusaha atau penguasa untuk dijadikan villa pribadi. Juga melewati Taman Kupu-kupu Gita Persada, dikaki gunung Betung, mau mampir, tapi tidak jadi karena istriku paling takut sama ulat, hehehe.
Jalanan menurun dan rusak di sebagian tempat, berbahaya bagi pengendara sepeda motor bila tidak hati-hati. Dan kami melewati sebuah pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) yang bagi sebagian orang di Lampung sudah tidak asing lagi produk ini.
Selintas kami berdua mengobrol tentang pabrik ini. Air yang diberikan gratis oleh Tuhan, sekarang harus membeli untuk mendapatkannya. Air sudah tidak selalu bisa didapatkan dengan mudah dan bebas, apalagi untuk minum. Sumber-sumber air sudah dikuasai oleh investor untuk kepentingan pribadi. Akses langsung pada sumber air bersih sudah sulit didapatkan oleh masyarakat.
Bila akses pada sumber air sudah tidak bisa, maka dengan terpaksa masyarakat harus membeli untuk mendapatkannya. Dan bagi sebagian orang menguntungkan karena mendapatkan keuntungan dari penjualan, tetapi bagi lain orang sangat merugikan, karena harus mengeluarkan uang tambahan untuk mendapatkannya.
Bila orang sudah tidak berhubungan langsung dengan sumber air, maka kepedulian terhadap sumber airpun menjadi rendah bahkan tidak ada.
Beruntung kami masih memiliki sumur dibelakang rumah, yang sampai saat ini masih digunakan, baik untuk minum, mandi atau mencuci. Dan ada beberapa pohon keras (klengkeng, jambu jamaika, jambu klutuk merah, jambu kancing, sirsat, salam, gaharu) dan tanaman lainnya (anggur, jeruk pecel) serta tanaman bunga lainnya yang tumbuh disekitar halaman rumah kami yang tidak terlalu luas halamannya.
Ilustrasi, apakah kita membeli air kemasan atau sampah :
Harga air kemasan dalam satu drum (umumnya disebut galon) kapasitas 19 liter adalah sekitar Rp 9.000 - Rp 14.000, tergantung merk. Kita ambil harga Rp 9.000/drum , maka perliter Rp 473 (9000/19), dan Rp 0,473/ ml (474/1000), maka harga Rp 0,473/ml.
Kemasan botol isi 600 ml biasa dihargai Rp 2.000.
Rp 0,473 x 600 ml = Rp 284 / botol,
Rp 2.000 - Rp 284 = Rp 1.716
Harga air Rp 284, sedangkan harga botol plastik Rp 1.716
Kemasan Gelas isi 240 ml biasa dihargai Rp 500
Rp 0,473 x 240 ml = Rp 114 / gelas,
Rp 500 - Rp 114 = Rp 386
Harga air Rp 114 sedangkan harga gelas plastik Rp 386.
Bisa dibayangkan bila kita membeli air minum dalam kemasan, berarti kita menghargai sampahnya lebih mahal dari air kemasan itu sendiri.