Sunday, April 13, 2014

PEMILU 2014

Pemilu tahun 2014 diadakan 2 kali, tanggal 9 April 2014 Pemilu Legislatif untuk memilih anggota dewan Legistatif dan tanggal 9 Juli 2014 Pemilu Presiden untuk memilih Presiden dan wakil presiden. Kali ini pemilu diikuti oleh 12 Partai nasional dan 3 partai lokal Aceh.
Pemilu Legislatif sudah selesai, tinggal menunggu hasil secara real count, walau secara quick count sudah ada pemenangnya yaitu 1. PDIP, 2. Golkar, 3. Gerinda.
Dibalik suksesnya pemilu 2014, banyak kejadian menarik, lucu, menyebalkan, menyedikan dll. Hakekatnya menjadi anggota dewan yang disebut wakil rakyat adalah sebuah tugas pelayanan kepada kontituen yang diwakilinya, tapi justru sebaliknya aspirasi rakyat tidak didengarkan, malah asyik memikirkan kepentingan golongan bahkan kepentingan pribadi.
Bisa dimengerti, bagaimana proses pemilihan anggota dewan yang  "terhormat" dari pencalonan sampai pemilihan diwarnai dengan ketidakadilan, kecurangan, politik uang, dan hal-hal yang tidak masuk akal (minta bantuan "orang pintar"), sehingga hasilnya pun adalah anggota dewan yang tidak kompeten. Menjadi anggota dewan dianggap sebagai cara untuk mendapatkan kekuasaan yang akhirnya mendapatkan kekayaan. 
Tapi benarkah demikian? Bagaimana usaha caleg untuk mendapatkan kedudukannya harus memberikan barang atau uang untuk menjaring suara dari rakyat (istilah kerennya, money politic). Bukannya artinya suara Tuhan bisa dibeli?.
Banyak modus kecurangan yang dilakukan caleg untuk menggapai ambisinya, salah satunya dengan dana, siapa yang memiliki dana besar dapat memobilisasi masa, dialah pemenangnya. Menjadi sebuah pertanyaan, ketika seseorang ingin menjadi anggota dewan yang nantinya mewakili kontituennya harus membayar orang untuk memilihnya. Bukannya ini menjadi jelas, caleg ini ingin menyampaikan aspirasi kontituennya bila terpilih, atau mencari pekerjaan dan kekuasaan? Karena bagaimanapun juga bila terpilih nanti maka mula-mula mengembalikan modal adalah tujuan pertama. 
Bagaimana bila ternyata caleg tidak mendapatkan kursi yang diharapkannya? Sudah banyak contoh dan kenyataan, caleg harus mengambil kembali uang atau barang yang telah diberikan pada orang itu karena dianggap tidak mencoblos pada saat pemilu. Dan lebih tragis, banyak caleg yang harus kehilangan ingatan karena uang harta bendanya habis tetapi kursi dewan tidak bisa diraihnya.
 

Tuesday, April 08, 2014

TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) WAN ABDUL RACHMAN LAMPUNG

Mendengar cerita dari seorang teman, kalau ada alternatif tempat wisata disekitar Bandarlampung selain pantai adalah Tahura Wan Abdulrachman. Hanya saja dia tidak ingat dimana lokasi sebenarnya, karena sudah beberapa tahun lalu dia kesana, hanya mengatakan lokasinya sekitar pantai Mutun dan Hanura. 
Sabtu 5 April 2014 saya berdua dengan sang istri pergi ke sana. Dengan sebelumnya mencari alamat sebenarnya di internet. Tetapi tidak dijelaskan rute sebenarnya, hanya disebutkan berjarak 12 km dari Bandarlampung arah Hanura.
Dan benar saja kami sempat bertanya kesana kemari pada orang disekitar jalan Pantai Mutun, tidak seorangpun mengenalnya. Tanya melalui beberapa teman yang saya anggap tahupun, ternyata juga tidak tahu dimana lokasinya, bahkan ada yang bertanya balik, "tempat baru ya?"
AKhirnya kami mampir dirumah teman di Hanura (dekat pasar), sebentar berbincang dan bertanya apakah tahu tempat tersebut. Ternyata tahu arahnya tetapi belum pernah kesana. Ok, akhirnya kami melintasi jalan desa sekitar 1 km dari jalan utama Bandarlampung - Hanura (sebelah kanan dari arah Bandarlampung), sekitar 2 km dari jalan masuk Pantai Mutun. Tidak ada petunjuk arah tetapi ada gerbang dan di sampingnya sungai kecil mengalir, adalah jalan yang benar menuju Tahura.
Ada gerbang di dalam lokasi dan tulisan besar di tembok diparkiran begitu kita sampai dilokasi. Setelah parkir dan mengobrol sebentar dengan penjaga, kami lanjutkan perjalanan ke air terjun.  Tiket masuk untuk Rp 3000, Motor Rp 2000, Mobil Rp 3000. 
Tahura Wan Abdulrachman memiliki luas sekitar 22 Ha, secara administrasi pemerintah terletak di Kecamatan Tanjungkarang Barat, Kedondong, Gedong Tataan, Padang Cermin. Pengelolaan dibawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam II Tanjungkarang. Topografi bergelombang ringan sampai berat, sebagian datar. Ada 4 gunung yang meliputinya yaitu Gn. Rantai (1.671 mdpl); Gn. Pesawar (661 mdpl), Gn. Betung (1.240 mdpl) dan Gn. Tangkit Ulu Padang Ratu (1.600 mdpl).
 
Melewati beberapa fasilitas yang ada di Tahura, diantaranya lokasi perkemahan, kolam ikan, jembatan dan tempat api unggun bila ada acara tertentu. Juga kami melewati pondok dan rumah kosong tak terawat disepanjang perjalanan, ditutupi pohon-pohon perdu dan rumput liar. Jalan menuju air terjun ternyata sedang longsor sehingga harus melewati jalan lain, menyeberangi sungai kecil aliran dari air terjun. Melewati jalan sedikit menanjak kami sampai pada salah satu air terjun yang cukup bagus dengan batu-batu besar disekitarnya. Sebentar ambil gambar, perjalannya kami lanjutkan ke tempat yang lebih tinggi (air terjun, konon ada 7 buah). Sebenarnya ada gardu pandang yang dibangun, tetapi tidak terawat dan berkarat. Setelah dengan keringat bercucuran, kami berhenti di satu tempat yang cukup enak untuk istirahat, sungai kecil bening dan bersih dengan batu batu besar disekelilingnya. Asik bermain air, membuat pancuran kecil, saat indah masa kecil, dan memperhatikan binatang air yang berenang diatas air yang saya kenal namanya anggang-anggang. 
Setelah cukup beristirahat dan bermain, kami putuskan untuk pulang, karena jam 14.00 wib harus mengantarkan anak les.
Tempat wisata yang cukup menarik bila dikelola secara baik, selain tempatnya yang cukup strategis, jarak tidak terlalu jauh dari kota Bandarlampung dan tentunya alternatif wisata selain pantai yang menjadi pilihan bila berkemah, baik dengan teman maupun keluarga.





BELI AIR ATAU SAMPAH


Tujuan ke Tahura (Taman Hutan Rakyat) Wan Abdul Rahman melewati desa Kemiling, sambil menikmati pedesaan. Ada beberapa rumah dengan taman yang luas, sepertinya milik pengusaha atau penguasa untuk dijadikan villa pribadi. Juga melewati Taman Kupu-kupu Gita Persada, dikaki gunung Betung, mau mampir, tapi tidak jadi karena istriku paling takut sama ulat, hehehe.

 Jalanan menurun dan rusak di sebagian tempat, berbahaya bagi pengendara sepeda motor bila tidak hati-hati. Dan kami melewati sebuah pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) yang bagi sebagian orang di Lampung sudah tidak asing lagi produk ini.
Selintas kami berdua mengobrol tentang pabrik ini. Air yang diberikan gratis oleh Tuhan, sekarang harus membeli untuk mendapatkannya. Air sudah tidak selalu bisa didapatkan dengan mudah dan bebas, apalagi untuk minum. Sumber-sumber air sudah dikuasai oleh investor untuk kepentingan pribadi. Akses langsung pada sumber air bersih sudah sulit didapatkan oleh masyarakat.


Bila akses pada sumber air sudah tidak bisa, maka dengan terpaksa masyarakat harus membeli untuk mendapatkannya. Dan bagi sebagian orang menguntungkan karena mendapatkan keuntungan dari penjualan, tetapi bagi lain orang sangat merugikan, karena harus mengeluarkan uang tambahan untuk mendapatkannya.
Bila orang sudah tidak berhubungan langsung dengan sumber air, maka kepedulian terhadap sumber airpun menjadi rendah bahkan tidak ada.
Beruntung kami masih memiliki sumur dibelakang rumah, yang sampai saat ini masih digunakan, baik untuk minum, mandi atau mencuci. Dan ada beberapa pohon keras (klengkeng, jambu jamaika, jambu klutuk merah, jambu kancing, sirsat, salam, gaharu) dan tanaman lainnya (anggur, jeruk pecel) serta tanaman bunga lainnya yang tumbuh disekitar halaman rumah kami yang tidak terlalu luas halamannya.

 
Ilustrasi, apakah kita membeli air kemasan atau sampah :
Harga air kemasan dalam satu drum (umumnya disebut galon) kapasitas 19 liter adalah sekitar Rp 9.000 - Rp 14.000, tergantung merk. Kita ambil harga Rp 9.000/drum , maka  perliter Rp 473 (9000/19), dan Rp 0,473/ ml (474/1000),  maka harga Rp 0,473/ml.


Kemasan botol isi 600 ml biasa dihargai Rp 2.000.
          Rp 0,473 x 600 ml =  Rp 284 / botol,
           Rp 2.000 - Rp 284 = Rp 1.716
           Harga air Rp 284, sedangkan harga botol plastik Rp 1.716


Kemasan Gelas isi 240 ml biasa dihargai Rp 500
         Rp  0,473 x 240 ml = Rp 114 / gelas,
         Rp 500 - Rp 114 = Rp 386
         Harga air Rp 114 sedangkan harga gelas plastik Rp 386.


Bisa dibayangkan bila kita membeli air minum dalam kemasan, berarti kita menghargai sampahnya lebih mahal dari air kemasan itu sendiri.