Monday, May 28, 2018

TANJUNG PINANG PART 3




Hari ini kami mengunjungi tempat tempat wisata disekitaran kota Tanjung Pinang diantaranya Hutan Wisata Manggrove Sei Carang, sebuah tempat wisata di tepi sungai (sei) Carang yang berada di daerah Senggarang, Tanjung Pinang. Lokasinya tidak jauh dari jembatan Gugus yang juga menjadi tempat yang bagus untuk menikmati hari.
Manggrove merupakan hutan bakau yang tumbuh di air payau
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan ini tumbuh pada tempat tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Hutan manggrove harus dijaga kelestariannya karena hutan ini bisa mencegah terjadinya abrasi dan merupakan tempat yang baik untuk berkembang biaknya biota laut.
Untuk menuju ke wisata Sei Carang setelah jembatan Sei Carang lurus sampai ketemu perempatan, dan anda belok kiri, sekitar 200 meter sudah sampai di lokasi. Jalannya aspal mulus. Dan anda akan masuk melalui gerbang Cagar Budaya dan Situs, karena memang lokasi berada satu area. Anda bisa belajar banyak dengan situs ini, karena situs ini merupakan situs yang dilindungi melalui UU RI No 5 Th 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Area pemakaman Kerajaan Riau-Johor-Pahang-Lingga (Kota Raja / Kota Lama) Hulu Riau- Sungai Carang.
Pada saat kami mengunjungi tempat ini, tidak ada penjaga hanya ada beberapa petani yang sedang menyadap nira pohon kolang kaling. Dengan minta ijin mereka, kami berkeliling area ini. Sayang memang tempat yang seharusnya dirawat tetapi sudah terbengkalai. Fasilitas wisata sudah banyak yang rusak, pelabuhannya banyak berkarat, cottage rusak, toilet tidak ada air, dan jembatan menuju hutan mangrove lapuk.
Tetapi bagi kami sudah cukup bagus, karena bisa menyaksikan panen nira dan melihat cagar budaya. Dan masih banyak binatang liar yang kami lihat, burung, lebah, monyet.


 Puas menikmati wisata cagar budaya Sei carang, perjalanan kami lanjutkan, tidak jauh dari jembatan Sei Carang kami mampir di sebuah gubuk (kalau disebut rumah juga tidak layak) dan ditemui dua orang anak, dan yang seorang menerangkan dengan gamblang tentang keberadaannya. Tanah yang mereka diami merupakan tanah sengketa yang menurut mereka adalah tanah adat yang diserobot oleh pihak lain. Tanah peninggalan yang merupakan tanah cagar budaya. Di gubuk itu juga banyak benda benda cagar budaya yang merupakan koleksi peninggalan sejarah warisan Melayu, seperti
tombak, lampu, dll. Dari Jalan terlihat jelas tulisan Museum Sri Melayu.








Dan perhentian kami selanjutnya adalah Makam Sultan Riau I, yang merupakan lokasi Benda Cagar Budaya. Merupakan makam Sultan Riau I (Riau-Johor-Pahang), Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah


Wednesday, May 16, 2018

TANJUNGPINANG PART 2

Hutan Mangrove

Setelah sarapan, perjalanan kami lanjutkan dengan mengendarai motor Yamaha NMAX yang dipinjami seorang teman ke sebuah tempat wisata hutan mangrove yang memang banyak ditemukan disekitar Tanjungpinang yang dikelolala masyarakat. Belum selesai puas menikmati puasnya hutan magrove, kami di telpone teman untuk ketemu di hotel yang memang kami janjian untuk pergi keliling pulau Bintan.




Vihara Ksitigarbha Bodhisattva
Vihara seribu patung
Vihara Ksitigabha Bodhisattva
Bersama keluarga Yuan, kami berencana pergi ke pantai Trikora dan pantai Lagoi. Dalam perjalanan kesana kami mampir ke sebuah vihara yang cukup terkenal dan besar yaitu Vihara Ksitigarbha Bodhisattva yang sering disebut orang Vihara seribu patung. Tempat peribadatan umat Budha ini terbuka untuk umum dengan memperhatikan kesakralan dan ketertiban. Vihara yanga hanya berjarak sekitar 14 km dari kota Tanjungpinang ini bisa ditempuh sekitar 20 menit. 

Vihara Avalokitesvara
Vihara Avalokitesvara











Selanjutnya perjalanan dilanjutkan menuju Vihara Avalokitesvara yang berada di kelurahan Air Raja kota Tanjungpinang, sekitar 12 Km dari kota Tanjungpinang, sebelah kiri jalur lintas Tanjungpinang – Tanjunguban. Vihara ini merupakan Vihara terbesar di Asia Tenggara.

Pantai Trikora
Pantai Trikora
Puas menikmati keindahan, kemegahan Vihara Avalokitesvara, kami menuju ke pantai Trikora yang menjadi salah satu tujuan wisata lokal maupun mancanegara. Jaraknya sekitar 45 Km dari kota Tanjungpinang, jalan yang lebar dan bagus, membuat perjalanan cukup lancar. Sebelum sampai di pantai Trikora, kami berhenti di desa Kawal untuk berbelanja makanan kecil yang menjadi favorit yaitu otak otak yang dibungkus daun kelapa dan tape singkong. Pantai Trikora cukup bersih dan nyaman untuk keluarga, pantai landai, ombak tidak terlalu besar sehingga aman untuk bermain anak-anak. Laut cukup bersih, pasir putih dan pohon kelapa membuat indahnya pantai Trikora begitu menawan.











Gerbang Masuk Bintan Resort
Perjalanan kami lanjutkan menuju pantai Lagoi, sebuah kawasan Wisata dengan banyak Resort. Tempat wisata yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara, sebuah kawasan wisata yang tertutup, untuk masuk kawasan ini diperlukan pemeriksaan khusus.






Senja di Lagoi Resort






TANJUNG PINANG PART 1




Pulau pulau kecil di Batam
Bandara Hang Nadim Batam

Mendarat di bandara Hang Nadim Batam kami dijemput oleh bu Liliana bersama suami dan kedua anaknya. Menyenangkan berkenalan dengan keluarga ini, keluarga muda yang sudah lama tinggal di Batam dari asal mereka Solo. Sebelum kami diantar ke pelabuhan penyeberangan Ferry Telaga Punggur Batam untuk menyeberang ke pelabuhan Ferry Sri Bintan Pura Tanjungbintang kami makan sambil bercengkerama dengan keluarga ceria ini.
Loket tiket ferry penyeberangan
Di pelabuhan Ferry Telaga Punggur, kami membeli tiket penyeberangan dengan harga tertulis Rp. 52.000, tetapi di tiket tertulis Rp. 57.000 per orang. Tidak terlalu lama untuk mengantri, karena keberangkatan kapal penyeberangan hanya berselang 30 menit. Tidak terlalu banyak penumpang yang akan menyeberang, hanya terisi 40 persen dari kapasitas kapal.

Penyeberangan antar pulau ini cukup menarik karena melewati beberapa pulau kecil, penambangan minyak lepas pantai. Kapal ferry (oceanna 2) yang kami tumpangi cukup bagus, bersih dan cepat, penyeberangan bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam.
Ferry antar pulau

Di pelabuhan Sri Bintan Pura Tanjungpinang kami dijemput oleh Yuan bersama suami dan anaknya. Berkeliling di kota Tanjungpinang mampir ke rumah Yuan dan ngopi ditepi laut di kedai Tepi Laut sambil menunggu sunset. Tetapi sunset yang kami tunggu tertutup awan, sehingga berencana mencari tempat lain yang mungkin lebih bagus.





Sunset dari jembatan Dompak
Kami pergi ke salah satu ikon kota Tanjungpinang yaitu jembatan Dompak yang memiliki panjang 1,5 Km, dengan lebar 14 meter ( 4 lajur). Jembatan yang menghubungkan pulau Dompak dan Tanjungpinang ini sangat megah dan menjadi ikon baru bagi masyarakat Tanjungpinang. Setiap sore banyak anak muda menjadikan jembatan Dompak tempat nongkrong, bercengkerama dengan temannya sambil menikmati sunset yang begitu indah. Dan bagi wisatawan bagus juga tempat ini untuk mengabadikannya dalam kenangan foto dan cerita. Dibeberapa tempat juga sudah ada pedagang (café jalanan) yang menyediakan minuman maupun makanan ringan sambil duduk santai.

Gonggong siap masak
Setelah kami check in hotel, kami membersihkan diri dan lanjut menelusuri kota Tanjungpinang yang memang indah dimalam hari, apalagi malam minggu. Dan dalam kesempatan ini kami makan di lokasi Laman Boenda, banyak menu yang disajikan sate padang, seafood dan andalan serta mejadi favorit khas  daerah ini adalah olahan gonggong (siput laut) yang konon di Tanjungpinang olahan masakan ini yang paling lezat. Gonggong banyak disajikan dalam menu gonggong tumis, gonggong saus tiram, gonggong sate, gonggong pedas manis, gonggong rebus dan sambal jeruk, tinggal pilih menu sesuai selera.

Laman Boenda
Menikmati malam bersama keluarga di sekitar gedung gonggong yang lokasinya ditepi laut menjadi hiburan bagi masyarakat Tanjungpinang. Area yang cukup luas, bersih dan tertata menjadikan malam semakin indah dengan lampu yang menyinari gedung Gonggong yang selalu berubah. Sebuat tempat favorit bagi keluarga di Tanjungpinang untuk menghabiskan malam sambil bersosialisasi.

MALAM REFLEKSI BURUH MIGRAN

Tanggal 1 Mei diperingati sebagai hari buruh Internasional dan dikenal juga dengan May Day.
Banyak kegiatan buruh atau kelompok buruh untuk memeperingatinya, ada workshop, demo, pelatihan penguatan serikat buruh, dan lain lain. Kali ini Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Kerahiman Ilahi Tiban Batam memperingati dengan acara Malam Refleksi Buruh Migran. Acara yang diadakan di pelataran Gereja Katolik Kerahiman Ilahi Tiban Batam ini dikemas dalam diskusi, pembacaan puisi, lagu, drama remaja. Acara yang dihadiri berbagai elemen ini diantaranya, kelompok buruh, OMK, pekerja seni, THS THM, sastrawan dll.
Diawali dengan tarian nona Singapura acara dibuka buka sekitar jam 19.30 wib. Acara yang dimotori oleh Rm. Paskalis ini sangat menyentuh sekali karena banyak melibatkan orang muda dan buruh serta seniman. 
Diskusi perburuhan dengan beberapa nara sumber diantaranya Ch. Dwi Yuli Nugrahani (Penggiat GATK, Penulis), Romo Eko Aldilanto O Carm (Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau KWI), Wahyu Susilo (Direktur Eksekutif Migran Care) dan Simanjuntak.