Sunday, October 07, 2012

Journey to Kembali Pulang (part 1)

Penyeberangan Bakauheni - Merak  
Hari Pertama
Perjalanan ke Jawa timur dimulai dengan naik bus Puspa Jaya jurusan Lampung - Jogjakarta.
Menyeberang selat Sunda dengan menggunakan kapal Roro pada saat sore hari bisa mendapatkan moment indah terbenamnya matahari di ufuk barat, perjalanan sekitar 3 jam takkan terasa bila kita bisa menikmati suasana ini.

Hari Kedua
Sekitar jam 16.00 wib kami sampai di Muntilan, dijemput oleh teman yang lebih sebagai saudara dengan menggunakan andong. Keesokan harinya kami bermain di kali putih yang berada tak jauh dari rumah Andi.

Kali Putih Muntilan
Banjir lahar yang menerjang wilayah Gempol, Salam, Magelang, Minggu (9/1/2011) benar-benar dahsyat.
Satu alur sungai baru terbentuk setelah banjir lahar mengubur dan memusnahkan satu dusun di ruas jalan raya utama penghubung Yogya ke Muntilan, Magelang dan Semarang.
Alur baru sungai yang merupakan limpasan dari Aliran utama Kali Putih itu memotong jalan raya. Sebuah jurang cukup dalam kini terbentuk.
Air berwarna cokelat pekat mengalur sangat deras. Lalulintas kendaraan dari dan ke Muntilan dari arah Yogya lumpuh total.


Berpose dengan latar belakang candi Borubudur
Hari Ketiga
Mengunjungi candi Borubudur dari Muntilan dengan menggunakan moda transportasi bus umum,  Jalur dari Jogja ke Candi Borobudur merupakan jalur wisata. Sudah pasti tidak sulit untuk mencari angkutan umum yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Untuk ke Candi Borobudur dari Jogja, Anda bisa naik bus langsung tujuan Borobudur dari Terminal Giwangan ataupun dari Terminal Jombor. Bisa juga menunggu bus di Jalan Magelang setelah ring road.
Rute bus ini adalah Terminal Giwangan-Terminal Jombor-Mlati-Muntilan-Borobudur. Dari terminal Borobudur bisa jalan kaki atau naik andong ke lokasi candi Borobudur.

Bersepeda disekeliling candi Borobudur
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.

Candi Borobudur merupakan kekayaan budaya dunia
Setelah dari Borobudur, kami melanjutkan perjalanan ke Jogja dan tentukan ke tempat yang sudah tidak asing lagi bagi kita, Malioboro. Suasana malam di Malioboro sungguh indah, setelah memebeli beberapa souvenir, kami makan mie disalah satu emper jalan. Dan tak terasa malam semakin larut, kami harus bergegas menuju terminal Giwangan, karena angkutan umum maupun bus trans Jogja jam operasi masih terbatas. Dan benar kami sudah tidak mendapatkan bus Trans Jogja padahal masih jam 22.00 wib. Kami ditawari naik becak berempat dengan satu becak, tak terbayang bagaimana bisa? Akhirnya kami putuskan naik Taxi setelah tawar-menawar disepakati.

Pura Mandara Giri Semeru Agung
Hari Keempat
Senduro - Lumajang adalah tujuan Journey kami, karena disini aku dilahirkan. Menarik bagi kami karena ternyata di depan rumah kami terdapat bangunan ibadah bagi umat Hindu, yang dinamakan Pura Mandara Giri Semeru Agung, Lumajang
Pura yang biasanya dijuluki Pura Kahyangan Jagat (tempat memuja Hyang Widhi Wasa) pada hari-hari tertentu ramai dikunjungi umat Hindu, terutama dari Bali. Maka jangan heran kalau melihat atribut khas Bali yang terdapat di sepanjang jalan menuju ke pura ini. Seperti untaian janur, sesajen, patung bersarung dan taburan bunga-bunga.

Gladak Perak Lumajang
 Hari Kelima
Setelah beberapa hari berada dirumah orang tuaku, perjalanan dilanjutkan menuju Kediri yang diantar oleh Bapak. Kali ini kami melewati jalur selatan. Dengan melewati jalur Senduro Candipuro, kita akan disuguhi pemandangan langsung Gunung Semeru dan hamparan sawah serta melewati sungai yang merupakan sungai dari luapan lahar gunung Semeru. Dan berhenti sejenak di Gladak Perak, ada dua jembatan, yaitu jembatan peninggalan jaman Belanda dan jembatan yang baru dibangun tahu 2010. Anda bisa juga berhenti di Piket Nol tempat tertinggi di jalur ini.

1 comment:

yuli nugrahani said...

Wah, hasil lemburnya bagus. Terus semangat untuk mencatat perjalanan-perjalanan ya abang sayang. Dan jangan lupa terus merencanakan perjalanan-perjalanan berikutnya. Love.