Berawal dari Ike yang ternyata sudah kenal dengan kakakku
Priswanto, saat itu tahun 1994 (kalau ndag salah) yang kebetulan juga
satu kampus denganku menawarkan untuk ikut camping (entah apa namanya
saat itu) anak-anak mudika St. Agustinus Dinoyo. "Mas ikut jadi anggota
Mudika st Agustinus yuk" Ike menawarkan. Walah lha aku sudah mau lulus
kog diajak ikutan jadi anggota, apalagi harus ikut camping (orientasi)
sebelum jadi anggota." Lha pasti aku paling tua dong dibandingkan
mereka-mereka, ndag mau aku, kalau jadi peserta aku ndag mau, tapi kalau
jadi panitia, boleh juga" aku menjawab. "wah ndag enak sama yang lain
mas, begini saja, bagaimana tak daftarin jadi peserta tapi ikutnya jadi
panitia, dengan kata lain setengah peserta setengah panitia". Ike
menimpali. "okelah kalau begitu" jawabku. Akhirnya aku resmi jadi
anggota mudika St Agustinus setelah menjalani masa orientasi di Coban
Talun Batu. Benar juga, ternyata ketika acara camping orientasi di Coban
Talun, aku benar-benar jadi setengah peserta karena harus mengikuti
setiap tahapan acara, tetapi menjadi setengah panitia karena aku lebih
menguasai medan coban Talun karena memang tempat aku dan club pencita
alam Himakpa kerap kali mengadakan Diklat maupun latihan di tempat ini,
sehingga harus ikut membuat jalur jurit malam, lintas medan bahkan
ketika salah satu peserta hingga sore belum kembali, aku juga ikut
mencarinya.
Itu sekilas perkenalanku dengan Mudika st. Agustinus Dinoyo Malang, yang pada akhirnya juga membentuk aku menjadi human yang
creative, peduli, karena persaudaraan begitu kental sampai saat ini.
Sudah sekian tahun berlalu, tetapi wajah wajah teman, saudara, masih
terlihat jelas diingatanku. Tetapi dari kelompok ini pula garwo
(sigarane nyowo/istri, bhs Jawa) kutemukan, dan bukan aku saja tetapi
banyak juga teman yang lain juga menemukan jodohnya di kelompok ini.
Mudika
St. Agustinus, bagiku bukan sekedar kelompok anak-anak muda, tetapi
merupakan keluarga, dimana teman-teman dari latar belakang, daerah, suku
yang berbeda bisa menjadi keluarga yang perantauan, ini juga berkat
keluarga (induk semang), Bapak dan Ibu Mul serta anak-anaknya yang
memang sebaya rela direpotin, digangguin siang maupun malam dirumahnya.
Kerelaan ini yang mempersatukan kami anak-anak kost dalam ikatan
persaudaraan, walau disitu banyak dinamika yang tidak selalu mulus,
kadang berantem, kadang saling naksir, bahkan bermusuhan, tapi itu
proses, pendewasaan yang sedang berjalan.
Kenangan masa muda yang tak terlupakan.
No comments:
Post a Comment