Friday, October 05, 2012

Mudika St Agustinus Malang

Berawal dari Ike yang ternyata sudah kenal dengan kakakku Priswanto, saat itu tahun 1994 (kalau ndag salah) yang kebetulan juga satu kampus denganku menawarkan untuk ikut camping (entah apa namanya saat itu) anak-anak mudika St. Agustinus Dinoyo. "Mas ikut jadi anggota Mudika st Agustinus yuk" Ike menawarkan. Walah lha aku sudah mau lulus kog diajak ikutan jadi anggota, apalagi harus ikut camping (orientasi) sebelum jadi anggota." Lha pasti aku paling tua dong dibandingkan mereka-mereka, ndag mau aku, kalau jadi peserta aku ndag mau, tapi kalau jadi panitia, boleh juga" aku menjawab. "wah ndag enak sama yang lain mas, begini saja, bagaimana tak daftarin jadi peserta tapi ikutnya jadi panitia, dengan kata lain setengah peserta setengah panitia". Ike menimpali. "okelah kalau begitu" jawabku. Akhirnya aku resmi jadi anggota mudika St Agustinus setelah menjalani masa orientasi di Coban Talun Batu. Benar juga, ternyata ketika acara camping orientasi di Coban Talun, aku benar-benar jadi setengah peserta karena harus mengikuti setiap tahapan acara, tetapi menjadi setengah panitia karena aku lebih menguasai medan coban Talun karena memang tempat aku dan club pencita alam Himakpa kerap kali mengadakan Diklat maupun latihan di tempat ini, sehingga harus ikut membuat jalur jurit malam, lintas medan bahkan ketika salah satu peserta hingga sore belum kembali, aku juga ikut mencarinya.
Itu sekilas perkenalanku dengan Mudika st. Agustinus Dinoyo Malang, yang pada akhirnya juga membentuk aku menjadi human yang creative, peduli, karena persaudaraan begitu kental sampai saat ini. Sudah sekian tahun berlalu, tetapi wajah wajah teman, saudara, masih terlihat jelas diingatanku. Tetapi dari kelompok ini pula garwo (sigarane nyowo/istri, bhs Jawa) kutemukan, dan bukan aku saja tetapi banyak juga teman yang lain juga menemukan jodohnya di kelompok ini.
Mudika St. Agustinus, bagiku bukan sekedar kelompok anak-anak muda, tetapi merupakan keluarga, dimana teman-teman dari latar belakang, daerah, suku yang berbeda bisa menjadi keluarga yang perantauan, ini juga berkat keluarga (induk semang), Bapak dan Ibu Mul serta anak-anaknya yang memang sebaya rela direpotin, digangguin siang maupun malam dirumahnya. Kerelaan ini yang mempersatukan kami anak-anak kost dalam ikatan persaudaraan, walau disitu banyak dinamika yang tidak selalu mulus, kadang berantem, kadang saling naksir, bahkan bermusuhan, tapi itu proses, pendewasaan yang sedang berjalan.
Kenangan masa muda yang tak terlupakan.

No comments: