Tahun
ini, ulang tahunku terasa begitu istimewa. Bukan karena pesta besar atau
kejutan luar biasa, tetapi karena hari itu dipenuhi momen-momen sederhana yang
tulus, penuh makna, dan menghangatkan hati.
Pagi
hariku dimulai dengan mengikuti misa di Gereja Santo Yohanes Rasul Kedaton,
sebuah awal yang memberi ketenangan jiwa. Misa dipimpin oleh Romo Roy Suroyo,
yang membawakan liturgi dengan cara yang teduh dan menyentuh. Momen itu terasa
semakin dekat dengan hati karena Lingkungan St. Paulus, lingkungan tempatku
sendiri bertugas sebagai koor. Suara mereka mengalun merdu, membawa suasana
misa ke dalam perenungan dan rasa syukur yang dalam.
Setelah Misa selesai, aku mendapat ucapan selamat ulang tahun dari warga lingkungan St. Paulus. Ucapan sederhana itu sungguh menyentuh. Terkadang kita lupa betapa hangat dan berarti perhatian kecil dari orang-orang di sekitar kita. Momen itu membuatku merasa dikelilingi oleh kasih dan perhatian yang tulus, sebuah hadiah yang tak ternilai.
Setelah
misa, aku sarapan di tempat favorit yang sudah menjadi langganan sejak beberapa
tahun lalu: Warung Pecel Madiun. Pecel dengan sambal kacang yang khas, rempeyek
renyah, dan teh hangat selalu jadi andalan yang memanjakan lidah. Sederhana,
tapi penuh nostalgia. Tempat dan rasa yang tidak pernah berubah, seolah menjadi
pengingat bahwa hal-hal kecil pun bisa memberikan rasa nyaman yang luar biasa.
Menjelang
sore, kebersamaan makin terasa saat aku pergi bersama keluarga Kurniawan, Anik
dan anaknya, Dira, ke Waroeng Djoglo di Margo Agung. Tempat itu selalu punya
nuansa Jawa yang kental dan nyaman, dengan arsitektur kayu dan angin
sepoi-sepoi yang menemani. Kami berbincang santai, berbagi cerita, dan
menikmati makan sore dalam suasana yang penuh kehangatan. Yang membuat momen
ini semakin spesial, Kurniawan juga berulang tahun pada 15 Juni, sama denganku.
Rasanya menyenangkan bisa merayakan hari lahir bersama seseorang yang berulang
tahun di hari yang sama saling berbagi doa, tawa, dan syukur.
Setelah dari Waroeng Djoglo, kami melanjutkan perjalanan bersama ke Paraduta Hill di Kemiling. Malam itu, kami mencari suasana yang berbeda udara segar pegunungan, pemandangan kota dari atas bukit, dan waktu yang terasa melambat. Di sana, kami menikmati kopi hangat, tempe mendoan, dan french fries, sambil berbincang dan tertawa ringan. Di hadapan kami, terbentang pemandangan malam kota yang berkelap-kelip, seperti bintang yang jatuh dan menetap di bumi. Suasana yang syahdu dan tenang, membalut hari yang sudah indah sejak pagi.
Di
atas bukit itu, dalam keheningan yang ditemani suara angin dan lampu kota dari
kejauhan, aku merenung. Usia bertambah, tapi yang paling berarti bukanlah angka
melainkan siapa yang bersamaku dalam perjalanan ini, dan bagaimana aku
menjalaninya dengan hati yang penuh syukur.
Di
momen itu, aku merenung. Betapa banyak berkat yang telah kuterima. Salah satu
yang paling aku syukuri adalah kehadiran Yuli, istriku yang setia mendampingi
dalam setiap langkah kehidupan. Dalam suka dan duka, ia selalu ada menguatkan,
mendoakan, dan berjalan bersamaku tanpa lelah. Aku juga bersyukur untuk kedua
anakku, Albert dan Bernard, yang menjadi sumber semangat dan kebanggaan dalam
hidupku. Melihat mereka tumbuh adalah anugerah luar biasa yang tak bisa
digantikan oleh apa pun.
Ulang tahun kali ini bukan tentang perayaan besar, tapi tentang menyadari betapa berharganya waktu, hubungan, dan kasih yang terus mengalir dalam hidupku. Tentang rasa syukur atas orang-orang yang hadir, atas damai yang kurasakan, dan atas kehidupan yang Tuhan anugerahkan.
Terima
kasih kepada semua yang telah hadir dalam hari spesial ini, baik secara langsung maupun lewat doa dan perhatian. Semoga di tahun yang baru ini,
langkahku semakin mantap, hatiku semakin bersyukur, dan hidupku semakin
berarti.
No comments:
Post a Comment