RUN 1113
GROW GREEN, GUARD FOREST, GIFT THE FUTURE
Minggu, 22 Juni 2025
Jam : 07.00 Wib
Dress code : Bebas
Run Site : Pantai Aven Mutun
Dalam semangat “Grow Green, Guard Forests, Gift the Future”, komunitas Lampung
Hash House Harriers (LH3) menjadi cermin filsafati tentang relasi manusia dan
alam, bahwa hidup bukan sekadar bergerak, tapi memahami makna di balik setiap
langkah. Menyusuri hutan karet, melintasi sawah yang sunyi, menyapa aliran
sungai, menikmati jatuhnya air terjun, hingga menatap cakrawala di pantai,
bukan hanya petualangan fisik, melainkan ziarah batin menuju asal-usul
kehidupan. Hutan hujan, dalam pandangan filsafat alam, bukan sekadar kumpulan
pohon, tetapi
ruang kesadaran akan keterbatasan manusia dan kemurahan bumi. LH3
hadir bukan untuk menaklukkan alam, tapi untuk belajar darinya, bahwa kehijauan
mengajarkan ketekunan, air mengajarkan kesabaran, dan jejak yang ditinggalkan
mestinya tidak merusak, melainkan menyatu. Dalam peringatan Hari Hutan Hujan
Sedunia, 22 Juni, kita dihadapkan pada pertanyaan yang lebih dalam: apakah kita
hidup sebagai bagian dari alam atau sekadar penggunanya? Sebab menjaga hutan
bukan hanya tindakan ekologis, tetapi pernyataan etis tentang siapa kita dan
dunia seperti apa yang ingin kita wariskan.
Jejak Langkah di Pantai Kelapa Kunjir: Cerita Run 1113 Lampung Hash House Harriers
Pada Run ke-1113, komunitas Lampung Hash House Harriers
(LHHH) kembali menapaki jejak petualangan di salah satu sudut tersembunyi
Lampung yang eksotis—Pantai Kelapa Kunjir, atau dikenal juga sebagai Pantai
Aven, yang terletak di Desa Sukajaya Lempasing, Kecamatan Padang Cermin,
Kabupaten Pesawaran.
Pantai ini bukan lokasi asing bagi para hasher Lampung.
Beberapa kali run pernah digelar di sini, dan tempat ini tak pernah kehilangan
pesonanya. Dikelilingi pepohonan kelapa yang tinggi menjulang, pantai
berpasir putih, dan perbukitan yang memagari dari kejauhan—lokasi ini seolah
menjadi surga bagi para pecinta hiking, trekking, dan fotografi alam.
Akses & Nuansa Awal
Pantai Kelapa Kunjir dapat diakses melalui jalur utama Pantai Mutun. Sekitar 200 meter sebelum pintu masuk Pantai Mutun, terdapat pertigaan kecil di sebelah kiri. Dari sana, pengunjung akan menempuh perjalanan sejauh 1 kilometer di atas jalan berbatu, melewati kebun dan permukiman warga, sebelum sampai di pantai.
Sesampainya di run site, kami disambut suasana pagi yang
syahdu. Langit mendung menggantung, dan gerimis tipis menyelimuti pantai. Suara
ombak terdengar pelan, menyatu dengan desir angin laut dan gemerisik dedaunan
kelapa. Seperti biasa, kegiatan diawali dengan foto bersama, merekam
semangat yang selalu menyala di wajah para hasher.
Yang istimewa kali ini, banyak anggota baru dan anak muda
yang ikut serta. Ini menandakan bahwa semangat komunitas ini terus tumbuh
lintas generasi. Tak hanya hasher senior, energi muda juga hadir memperkaya
perjalanan hari itu.
Menapaki Jalur: Dari Pantai ke Perbukitan
Perjalanan dimulai dari bibir pantai, menyusuri lahan berpasir yang ditumbuhi pepohonan kelapa. Matahari pagi tampak malu-malu menyembul di balik mendung. Kami melangkah santai, menikmati suasana tenang yang terasa sangat jauh dari hiruk pikuk kota.
Setelah sekitar 10 menit berjalan di sepanjang pantai, jalur
mulai bergeser ke arah perbukitan. Kami masuk ke kawasan kebun milik
warga, ditumbuhi berbagai tanaman seperti pisang, singkong, dan pepaya.
Tanahnya agak lembek karena gerimis, namun tanjakan yang kami lewati tidak
terlalu curam.
Pada satu titik, kami kehilangan jejak kertas—tanda khas yang digunakan untuk menuntun jalur Hash. Sempat terjadi diskusi kecil. Rupanya tim hare menabur kertas hingga ke bagian puncak, namun rutenya terlalu rimbun dan tak dapat dilalui. Akhirnya, tim memutuskan mundur sekitar 50 meter untuk mencari jalur alternatif, dan berhasil menemukan kembali rute yang aman.
Di sela-sela perjalanan, spot-spot foto alami menjadi tempat kami berhenti sejenak. Pohon besar, batu besar, dan pemandangan terbuka menjadi latar yang sempurna untuk berfoto bersama. Sebab dalam komunitas ini, kamera dan ekspresi diri selalu menjadi bagian dari petualangan.
Solidaritas di Tengah Perjalanan
Di tengah perjalanan, seorang hasher mengalami sakit perut dan terlihat pucat. Tim segera berhenti dan memberikan pertolongan. Beberapa orang membantunya duduk, memberinya minum, dan menunggu hingga kondisinya membaik. Momen seperti ini memperlihatkan nilai utama dari komunitas ini: kepedulian dan tanggung jawab terhadap sesama.
Hash bukan hanya tentang menaklukkan medan, tapi juga tentang menjaga semangat kolektif—bahwa tidak ada yang ditinggalkan, dan semua bertanggung jawab atas kebersamaan.
Menjelajahi Pantai Ceper – Surga yang Tersembunyi
Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalur sempit dan berbatu sekitar 1 km, kemudian masuk ke jalan setapak kecil yang mengarah ke Pantai Ceper, sebuah pantai tersembunyi yang belum banyak dijamah wisatawan.
Akses ke pantai ini memang menantang. Jalan tanahnya licin, berlumpur, dan pada beberapa titik tergenang air laut saat pasang. Namun, di balik tantangan itu, tersembunyi keindahan yang menakjubkan.
Pantai Ceper diselimuti pohon kelapa dan ketapang
laut. Pasir putih membentang luas, air laut yang tenang mengundang untuk
berenang, dan bukit-bukit kecil di sisi pantai menambah keindahan panorama.
Tidak ada tiket masuk, tidak ada keramaian, dan hanya ada satu warung sederhana
yang menjual minuman dan camilan ringan.
Bagi kami, tempat ini seperti hadiah di akhir perjalanan.
Para hasher langsung berhamburan: ada yang duduk bersantai, ada yang bermain
air, dan tentu saja, ada yang sibuk berswafoto. Gelak tawa dan canda mewarnai
suasana. Inilah momen “hash” yang sesungguhnya: sederhana, hangat, dan penuh
kebersamaan.
Kembali ke Run Site – Mie Bakso & Suara Karaoke
Setelah cukup lama menikmati Pantai Ceper, rombongan mulai bergerak kembali ke run site. Beberapa orang sempat mengusulkan untuk naik ke puncak bukit demi melihat Pantai Kyoko dari ketinggian, namun cuaca yang masih mendung dan waktu yang terbatas membuat rencana itu dibatalkan.
Perjalanan pulang melalui jalur yang sama terasa lebih
ringan, meskipun masih melewati genangan air dan tanah licin. Setibanya di run
site, kami disambut dengan suara karaoke dari hasher yang sudah lebih
dulu sampai. Lagu-lagu jadul dan pop Indonesia mengalun, menciptakan suasana
pesta sederhana di pinggir pantai.
Yang paling dinanti, tentu saja: sajian mie tahu bakso buatan Bu Mina—anggota senior komunitas yang selalu setia menghidangkan makanan hangat seusai run. Rasanya mantap, apalagi dinikmati bersama setelah lelah berjalan.
Tak lama, seorang petani lokal yang tadi kami lewati muncul membawa hasil panen dari kebunnya: terong, kolang-kaling, pisang raja, rampai, dan buah-buahan lain. Beberapa hasher membeli, sebagian hanya mengobrol, namun semuanya menambah kesan bahwa tempat ini bukan sekadar lokasi run, tapi juga ruang interaksi sosial antara wisatawan dan warga lokal.
Penutup: Lebih dari Sekadar Jejak
Run kali ini bukan hanya tentang menaklukkan jalur atau menjelajah pantai. Ini tentang memahami makna kebersamaan, alam, dan kepedulian. Pantai Kelapa Kunjir dan Pantai Ceper telah menjadi saksi kecil atas tawa, semangat, dan solidaritas yang dibawa oleh komunitas Lampung Hash House Harriers.
Di tengah dunia yang serba cepat dan sibuk, kegiatan seperti ini menjadi ruang untuk kembali mengingat hal-hal sederhana yang membuat hidup lebih bermakna: berjalan bersama, menolong yang lelah, tertawa di bawah pohon kelapa, dan menyanyikan lagu lama di pinggir pantai.
Sampai jumpa di run berikutnya. Mungkin masih di Lampung, mungkin di bukit lain, atau mungkin di pantai yang belum kita kenal. Tapi semangatnya akan tetap sama: On-On!
No comments:
Post a Comment